Satu Data, Seribu Masalah

Bagikan

Oleh : Rachmaddatur Rizky Fadilla

Penerapan konsep “Satu Data” dalam pelayanan publik memiliki tujuan yang mulia, yaitu untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akurasi data yang digunakan oleh pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Namun, di balik potensi manfaat besar tersebut, terdapat beberapa risiko yang harus diwaspadai dan dikelola dengan cermat.

Salah satu risiko terbesar dalam implementasi Satu Data adalah keamanan data. Sentralisasi data membuat seluruh informasi terpusat pada satu titik, yang jika terjadi kebocoran atau peretasan, dapat berdampak luas dan merugikan banyak pihak. Mengingat data yang dikelola mencakup informasi sensitif seperti identitas pribadi, catatan kesehatan, dan data keuangan, pemerintah harus memastikan bahwa sistem keamanan yang diterapkan sangat ketat dan selalu diperbarui untuk menghadapi ancaman cyber yang terus berkembang.

Bayangkan jika data kita jatuh ke tangan hacker yang lebih pandai dari petugas IT kita—apa bedanya dengan memberi kunci rumah kepada pencuri?

Selain keamanan, privasi individu juga menjadi isu krusial. Dalam sistem Satu Data, berbagai informasi pribadi akan terkumpul dan terintegrasi, yang berpotensi disalahgunakan jika tidak dikelola dengan bijak.

Ada kekhawatiran bahwa data ini bisa digunakan untuk pengawasan berlebihan atau bahkan diskriminasi terhadap individu atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, regulasi yang ketat dan mekanisme perlindungan privasi yang transparan harus diimplementasikan untuk menjaga kepercayaan publik. Kita tak ingin pemerintah menjadi seperti ‘Big Brother’ yang tahu segalanya, bukan?

Kendala teknis dan human error dalam pengumpulan, input, dan pemrosesan data juga menjadi tantangan. Ketidakakuratan data bisa berakibat fatal, terutama dalam konteks pelayanan kesehatan atau penegakan hukum.

Pemerintah harus memastikan adanya standardisasi yang jelas dan pelatihan yang memadai bagi petugas yang terlibat dalam pengelolaan data. Selain itu, perlu ada mekanisme validasi dan verifikasi yang kuat untuk menjaga integritas data. Jangan sampai kita harus berhadapan dengan masalah serius hanya karena ada petugas yang salah ketik!

Sistem Satu Data sangat bergantung pada infrastruktur teknologi informasi yang canggih dan stabil. Di negara dengan infrastruktur teknologi yang belum merata, implementasi ini dapat menimbulkan ketidakadilan akses dan pelayanan.

Investasi besar dalam teknologi dan pelatihan sumber daya manusia diperlukan untuk memastikan bahwa semua daerah dapat berpartisipasi dan mendapatkan manfaat yang sama dari sistem ini. Teknologi memang canggih, tapi kalau internet mati, apa kita mau kembali ke zaman batu?

Dalam proses digitalisasi dan integrasi data, ada risiko bahwa aspek manusiawi dari pelayanan publik terabaikan. Interaksi langsung antara petugas dan masyarakat sering kali memiliki nilai lebih dalam hal empati dan pemahaman kebutuhan individu.

Pemerintah perlu menyeimbangkan antara otomatisasi dan sentuhan manusia dalam pelayanan publik agar tetap humanis dan responsif terhadap kebutuhan warga. Pelayanan publik yang terlalu otomatis bisa membuat kita merasa seperti berurusan dengan robot tanpa hati.

Implementasi Satu Data dalam pelayanan publik adalah langkah maju yang menjanjikan, namun tidak boleh dilaksanakan tanpa mempertimbangkan berbagai risiko yang ada. Pemerintah harus proaktif dalam mengidentifikasi, mengelola, dan memitigasi risiko-risiko tersebut melalui regulasi yang ketat, teknologi keamanan yang canggih, serta pengawasan dan evaluasi yang kontinu.

Dengan demikian, manfaat dari Satu Data dapat dimaksimalkan tanpa mengorbankan keamanan, privasi, dan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dan jangan sampai kita semua hanya menjadi data dalam sistem yang tidak kita pahami, seperti karakter dalam video game yang dikendalikan oleh orang lain.

Mari kita jujur, tidak semua kebijakan pemerintah diimplementasikan dengan sukses. Banyak proyek besar yang dimulai dengan semangat tinggi tetapi berakhir sebagai proyek mangkrak. Apakah Satu Data akan menjadi salah satu dari proyek-proyek ambisius yang berakhir menjadi monumen kegagalan? Risiko kegagalan implementasi ini nyata dan harus diantisipasi sejak awal.

Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Jambi

Baca Juga