JTIZEN.COM – Pulau Sumatera menjadi wilayah yang paling potensial penghasil komoditas sektor perkebunan di Indonesia. Data BPS Tahun 2021 menunjukkan produksi komoditas perkebunan, diantaranya kelapa sawit, karet, kelapa, kopi, dan pinang, terbesar berada di Pulau Sumatera.
Sekitar 53 persen produksi sawit nasional dihasilkan di Pulau Sumatera, yakni sebesar 24,4 juta ton pada tahun 2021. Produksi karet di Pulau Sumatera sebesar 2,2 juta ton atau 70 persen secara Nasional, kelapa 722 ribu ton atau 25 persen, dan kopi 374 ribu ton atau 48 persen.
Khusus untuk Provinsi Jambi yang merupakan bagian dari Pulau Sumatera memberikan andil besar bagi komoditas perkebunan, yang mana produksi sawit di Jambi menempati urutan terbesar keempat di Pulau Sumatera, yaitu 2.6 juta ton pada 2021, karet 310 ribu ton, kelapa 116 ribu ton, dan kopi 20 ribu ton.
Melihat potensi sektor pertanian dan perkebunan yang begitu besar di Jambi tersebut, Caleg DPR RI PKB Dapil Jambi, Elpisina berharap agar ketersediaan pupuk bersubsidi menjadi prioritas utama dan perhatian pemerintah pusat maupun daerah guna mendongkrak produktivitas pertanian.
Ia pun mengatakan, dalam upaya mengaplikasikan program pupuk bersubsidi bagi petani, maka hal tersebut dapat dimulai dengan perbaikan data para penerima bantuan agar pupuk bersubsidi nantinya dapat terdistribusi tepat sasaran.
“Kita berharap dengan program pupuk bersubsidi yang menjadi prioritas pemerintah, dapat mengatasi masalah yang dialami oleh hampir mayoritas petani atas kelangkaan dan tingginya harga pupuk,” ungkapnya, Jum’at (29/12/2023).
“Hal ini bisa dimulai dari perbaikan data calon penerima bantuan pupuk bersubsidi bagi petani,” sambungnya.
Elpisina berharap, agar program pupuk bersubsidi yang sempat dicabut pada Tahun 2021 lalu, dapat tetap tersalurkan kepada para petani untuk meningkatkan hasil dari sektor perkebunan dan pertanian serta dapat memenuhi kebutuhan petani.
Sekretaris DPW PKB Provinsi Jambi itu pun menyampaikan, hal yang juga penting dalam sistem regulasi pertanian dan perkebunan di Jambi, yakni sistem pendistribusian pupuk bersubsidi itu sendiri, dimana selama ini menurutnya saat pupuk tersebut disalurkan rentang waktu yang diberikan oleh penyalur hanya bersifat jangka pendek.
“Ada kelompok Tani sewaktu pupuk itu didistribusikan tidak punya kemampuan untuk melunasi karena rentang waktu yang diberikan oleh penyalur itu tidak lama,” ungkapnya.
“Jadi sewaktu pupuk itu disalurkan mereka tidak punya anggaran keuangan, nah ini juga harus dipikirkan pemerintah,” timpal Elpisina.
Putra Jambi kelahiran Terusan, Kabupaten Batanghari itu juga berharap agar pendistribusian pupuk bersubsidi itu nantinya dapat terealisasi secara tepat sasaran, serta tidak ada mafia dalam pendistribusian hak bagi para petani tersebut.
“Tujuannya supaya pupuk bersubsidi ini nantinya betul-betul diterima oleh masyarakat yang tidak mampu, karena selama ini terindikasi pupuk bersubsidi itu diterima oleh orang yang notabene bukan petani perkebunan ataupun petani yang punya kemampuan secara finansial,” tegasnya.
Lebih lanjut, anggota DPRD Provinsi Jambi itu juga menyampaikan, bahwa tidak hanya soal kelangkaan pupuk, hal lain yang juga menjadi sorotannya adalah kemampuan negara dalam upaya penyediaan pupuk untuk aktivitas pertanian dan perkebunan.
“Kita di Sumatera ini khususnya Jambi memiliki potensi yang cukup besar penghasil komoditas perkebunan dan pertanian, maka sudah seharusnya kita tidak lagi bergantung hanya pada pupuk impor, namun juga pupuk yang diolah di negeri sendiri,” jelasnya.
Selain itu, dirinya juga berharap, baik pemerintah pusat maupun daerah kedepan dapat lebih memprioritaskan komoditas yang dihasilkan oleh para petani lokal sebagai bentuk keberpihakan pada petani.
“Nah, ini yang menurut saya juga menjadi masalah, disaat tiba musim panen, komoditas yang dihasilkan oleh para petani tidak menjadi prioritas utama oleh pemerintah pusat atau daerah,” katanya.
Hal lain yang juga menjadi penting yaitu, pemasaran komoditas hasil pertanian dan perkebunan tersebut serta kebijakan dari pemerintah yang memang berpihak kepada para petani dengan mengutamakan untuk membeli komoditas yang dihasilkan oleh para petani lokal agar masa depan petani dapat terjamin sehingga orang tidak enggan untuk bertani.