Jtizen, Jambi – Polemik pelaksanaan Pemilu tahun 2024 dilaksanakan dengan menggunakan sistem proporsional tertutup terus bergulir. Beberapa Partai seperti Gerindra, Golkar, Nasdem, PKB, Partai Demokrat, PKS, PAN, dan PPP menolak adanya wacana tersebut dan hanya PDIP yang setuju.
Menanggapi kontroversi tersebut, Pengamat Politik dari Universitas Jambi (UNJA), Dori Efendi memberikan pandangannya terhadap adanya wacana tersebut. Dori menilai bahwa baik sistem proporsional terbuka ataupun tertutup sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan.
“Sama-sama memiliki kelemahan dan kelebihan tapi pertanyaannya sekarang, kenapa Partai ada yang menginginkan sistem proporsional tertutup?,” Ujar Dori, Minggu, (29/1/2023).
Lebih lanjut, Dori mengungkapkan jika diterapkannya sistem proporsional tertutup maka yang terjadi adalah menguatnya party id yaitu loyalitas masyarakat terhadap Partai bukan loyalitas terhadap Caleg.
“Ketika dijadikan proporsional tertutup, maka masyarakat hanya akan memilih Partai dan yang akan diuntungkan dari proporsional tertutup adalah nomor urut caleg, caleg nomor urut 1 secara otomatis dia akan duduk di kursi legislatif,” bebernya.
“Persoalannya, jika dia menguatnya parti id (Partai, red) maka akan melemahnya partisipasi masyarakat, karena masyarakat itu akan memilih Partai bukan memilih Caleg. Sedangkan jika untuk meningkatkan partisipasi masyarakat itu diperlukan proporsional terbuka, masyarakat lebih cenderung melihat figur id (calon, red),” lanjutnya.
Selain itu, Dori juga mengatakan kelebihan jika dilaksanakannya Pemilu dengan proporsional tertutup, maka orang yang terpilih dan duduk menjadi wakil rakyat adalah orang yang benar-benar berproses di Partai, bukan orang yang dengan kemampuan finansial kemudian tiba-tiba terpilih.
“Artinya party id disini berbicara tentang partai kader, jadi orang memang berproses di Partai politik, orang tidak bisa tiba-tiba menjadi ketua DPD, ketua DPC karena uangnya banyak, tidak bisa. Tetapi karena memang dia berproses, maka sistem proporsional tertutup ada baiknya, tapi kelemahannya tadi, tingkat partisipasi masyarakat menjadi lemah,” jelasnya.
Ia mengatakan bahwasanya banyak sekali orang yang menjadi wakil rakyat hanya dengan bermodalkan uang yang banyak atau dengan popularitas yang tinggi dapat duduk menjadi wakil rakyat tanpa melalui proses pendidikan di Partai dan tidak memiliki kapasitas.
Sementara itu, kelebihan Pemilu dengan menggunakan sistem proporsional terbuka, dikatakan Dori bahwa hal tersebut dapat meminimalisir kecenderungan Partai besar berkuasa terhadap Partai kecil atau baru.
Ia juga mengatakan, cara tersebut cukup efektif dalam meningkatkan tingkat partisipasi masyarakat didalam Pemilu.
“Kalo yang terbuka partisipasi tinggi, itu kelebihan dari terbuka didalam pemilu. Yang kedua, Partai politik disini memiliki calon-calon yang sangat populer sehingga yang bertarung itu adalah para calon, calonlah yang memberikan suara terbanyak kepada Partai,” jelasnya.
“Sehingga multipartai itu sangat baik digunakan dalam sistem proporsional terbuka,” sambungnya.
Kemudian ia juga mempertanyakan seandainya diterapkan sistem proporsional tertutup, siapa yang nantinya akan turun langsung berkampanye kepada masyarakat, maka sistem proporsional terbuka lebih efektif dalam berinteraksi langsung dengan masyarakat.
“Kalo seandainya tertutup, siapa yang akan berkampanye ? mau tidak mau partai politik. Maka untuk hari ini, kalo sistem proporsional tertutup itu sulit untuk diterapkan,” tutupnya.